Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Surahmat Ajak Pembaca Waspadai Konsumerisme

Budaya konsumerisme yang dewasa ini kian merebak, mendorong Rahmat Petuguran untuk menyampaikan gagasannya. Dia mengajak semua kalangan untuk memaspadai bahaya konsumerisme melalui sebuah buku berjudul "Melawan Kuasa Perut" yang diterbitkannya baru-baru ini.

Menurut dosen Bahasa Indonesia Universitas Negeri Semarang (Unnes) tersebut, budaya konsumerisme sangat berbahaya. Dia mengatakan, ada ketidakseimbangan relasi antara masyarakat dengan institusi kapital.

Menurut dia, masyarakat cenderung mengikuti doktrin untuk selalu mengkonsumsi yang digencarkan oleh para pemilik modal. Melalui mekanisme sosial tertentu, kesadaran masyarakat dibentuk menjadi konsumen.

Rahmat menyebutkann, buku "Melawan Kuasa Perut" menyampaikan gagasan reflektifnya tentang kondisi yang tidak seimbang itu. Dia mengatakan, semakin hari manusia di dunia ini semakin tak berdaya menuruti kemauan perutnya.

"Manusia cenderung mengabaikan nilai-nilai yang hidup dalam ingatan batinnya, supaya bisa memuaskan perut," katanya, kemarin. Dalam pandangan Rahmat, perut semacam idiom yang merupakan representasi dari kehendak lahiriah yang tak ada habisnya.

Adapun, pembentukan masyarakat sebagai konsumen dilakukan melalui melalui instrument sosial. Dalam bukunya itu, dia menyebutkan di antaranya mitos, iklan, bahasa dan citraan.

Dia mencontohkan, bahasa alay merupakan bagian dari rekayasa sosial yang disponsori oleh institusi kapital. Menurut dia, melalui ragam bahasa itu para pemilik modal ingin membentuk identitas anak muda Indonesia yang cenderung masih labil, kekanak-kanakan, dan mudah dipengaruhi.

"Sasaran akhirnya apa? Remaja kita mudah dijadikan sasaran pasar bagi produk-produk yang mereka tawarkan," katanya.

Rahmat mengaku, memiliki ketertarikan pada hal-hal sederhana di sekelilingnya. Menurut dia, dari hal sederhana itulah, dia menemukan makna lain di balik sesuatu yang tampak. Orang-orang yang sedang menyaksikan televisi, misalnya, adalah hal sederhana. Namun Rahmat justru menangkap ada persoalan di sana.

"Nonton televisi adalah praktik budaya. Ada transfer nilai dari tayangan yang dibuat produsen kepada penonton. Pola dan motivasi yang melibatkan produsen dan penonton bisa dibaca, kebanyakan bermotif kapital," katanya.

Rahmat juga mempersoalkan program kuis yang ada di televisi. Dia mengatakan, acara yang biasa menawarkan hadiah besar tersebut telah memanipulasi kesadaran masyarakat. Bahwa untuk menjadi kaya orang tidak perlu bekerja keras.

Dia mencontohkan, hanya dengan joget-joget saja seseorang bisa mendapatkan hadiah puluhan juta rupiah. "Ideologi kaya cepat seperti ini bahaya kalau terus menerus dikonsumsi masyarakat. Lama-lama akan mengendap dan menjadi nilai yang akuisisi masyarakat," katanya.(rif)

Sumber Tribun Jateng
Abdul Arif (rif)

Post a Comment for "Surahmat Ajak Pembaca Waspadai Konsumerisme"