Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Prof Eko Budihardjo Purnabhakti di Usia 70 Tahun

Prof Eko Budihardjo telah mengabdi di Universitas Diponegoro (Undip) Semarang selama 45 tahun. Di usia kepala tujuh, kini dia harus purna bhakti. Banyak pesan yang dia sampaikan.

Tepat pada tanggal 9 Juni, Prof Eko Budihardjo merayakan ulang tahunnya yang ke-70. Pada hari itu juga, lelaki kelahiran Purbalingga itu purna bhakti sebagai pendidik di Undip Semarang. Mantan rektor Undip (1998-2006) itu pun menerima banyak kado dari beberapa kolega dan karibnya.

Seorang cucunya, Jasmine Alvita Firdaus (13) memberikan kado kepada Eko berupa puisi cinta berbahasa Inggris. Jasmine membacakan puisinya di atas panggung saat upacara purna bhakti sang kakek. Usai membaca, dia sesenggukan lalu turun disambut pelukan sang kakek.

Budayawan asal Rembang, Gus Mus juga turut memberikan kado. Sebagaimana permintaan Prof Eko, dia membacakan sebuah puisi karyanya berjudul "Chairil Anwar dan Kita".

Prof Eko mengawali karir sebagai seorang pendidik di Undip sejak 1969 hingga 2014. Dia melangkah, dari seorang sekretaris jurusan Arsitektur Fakultas Teknik (FT) Undip (1971-1973) hingga ditahbiskan sebagai seorang guru besar Arsitektur termuda di Indonesia pada 1990.

Namun, meski tugasnya di Undip sudah purna, lelaki berkacamata itu masih ingin menularkan pengalamannya kepada generasi muda. "Ya, sekarang saya sebagai guru besar tetap di Universitas Trisakti," katanya saat upacara purna bhakti di gedung Prof Soedarto Undip Tembalang, Senin (9/6).

Eko merasa gelisah menyaksikan perkembangan perguruan tinggi dewasa ini. Dia menyaksikan, banyak kampus, terutama perguruan tinggi swasta kelas gurem yang memiliki kampus tak layak. Menurut dia, sarana dan prasarana tak memenuhi syarat: tak ada tempat ibadah, tak ada taman hijau, sarana olahraga dan pusat kegiatan mahasiswa yang memadahi.

"Universitas yang ada di ruko-ruko itu sebaiknya bubar saja," seru Eko.

Eko mengatakan, fakta itu bukan mengada-ada. Dia menyaksikan sendiri dengan mata kepala saat masih aktif sebagai anggota tim Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT). "Memang ada PTS yang fasilitasnya baik melebihi PTN. Tetapi, jauh lebih banyak yang tak memenuhi persyaratan," katanya.

Menurut dia, semua pihak wajib membangun kampus-kampus yang lebih baik. Untuk itu, perlu pembangunan kampus yang holistik. Dia menyebutkan, setidaknya kampus harus memuat tiga unsur penting, yaitu mewadahi kebutuhan otak (mind), jiwa (spirit) dan tubuh (body).

Dengan tiga unsur tersebut, kampus diharapkan bisa menghasilkan lulusan yang paripurna, tak sekadar cerdas, pandai, berilmu, profesional, tetapi juga bermoral, beretika, beradab dan takwa. "Selain itu juga mesti sehat dan bugar," katanya.

Dia juga menyindir, tak ada koleksi buku-buku baru di perpustakaan kampus. Jurnal-jurnal internasional pun tak ada. Bahkan, hasil penelitian yang dipajang terkesan sebagai pengisi lemari saja.

Menurut dia, kampus hendaknya didesain ramah terhadap lingkungan. Dia menceritakan, sewaktu masih menempati lokasi di kampus Pleburan yang luasnya 8 hektar, Undip sudah memiliki taman, lapangan olahraga, dan masjid bantuan Presiden. Lambat laun, kampus Pleburan dianggap tak lagi ramah terhadap lingkungan lantaran bertambahnya prodi baru yang menuntut adanya bangunan-bangunan baru. Akhirnya, kampus dipindahkan ke Tembalang.

Selain menggagas kampus ramah lingkungan, dalam kurun 45 tahun mengabdi, banyak hal yang telah dilakukn oleh Prof Eko. Pihaknya saat aktif sebagai rektor menjalin kerjasama sinergis dan resiprokal dengan pihak pemerintah. Dia juga melakukan pembinaan terhadap perguruan tingi swasta. Dia menyebutkan, hampir semua PTS di Jateng dipimpin oleh dosen-dosen dari Undip.

Tak hanya itu, Prof Eko juga mampu mengantarkan Undip menempati posisi tiga besar perguruan tinggi terbaik di Asia pada 2010. Hal itu berdasarkan Asiaweek 2010.

Dalam upacara purna bhakti, Prof Eko juga meluncurkan beberapa buku dengan penerbit berbeda sekaligus. Di antaranya, kumpulan puisi yang sering dia bacakan dalam berbagai kesempatan. Buku tersebut diberi judul "Puisi Mbeling Sarat Makna". "Buku yang sarat makna ini saya berikan kepada gubernur Jateng. Supaya bisa ketawa, jangan serius terus," katanya sambil menyerahkannya kepada wakil gubernur Jateng, Heru S.

Buku lainnya, berupa kumpulan tulisan Prof Eko sejak 1998-2012 berjudul "Reformasi Perkotaan." Juga buku kumpulan puisi yang ditulis oleh 103 guru besar dan doktor berjudul
"Kehidupan dan Kematian" yang memeroleh penghargaan dari MURI. Juga beberapa buku lainnya.

Sumber: Tribun Jateng

srabilor.blogspot.com

Post a Comment for "Prof Eko Budihardjo Purnabhakti di Usia 70 Tahun"