Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Membincang Penyesalan Yuli dalam Cerpen Chalia

Sabtu, (7/6/2014). Cahaya lilin memendar di parkiran perpustakaan IAIN Walisongo Semarang. Sebanyak 12 mahasiswa yang tergabung dalam komunitas Sastra Soeket Teki membincangkan cerpen karya Chalia Mufida. Cerpen itu berjudul "Sesal".
Saya berkesempatan merapat dalam lingkar diskusi yang mengelilingi nyala empat lilin itu. Pemandangan semacam ini terakhir kali saya rasakan setahun lalu. Waktu itu saya masih mahasiswa. Juga masih aktif dalam komunitas besutan Surat Kabar Mahasiswa (SKM) Amanat ini.

Mengawali diskusi, Chalia membacakan secara runtut cerpen karya ketiganya itu. Peserta diskusi yang dipimpin oleh Lurah Soeket Teki, A Mukhlisin serentak menyimak. "Jika ada kehidupan kedua, masih mungkinkah aku masuk ke hidupmu?," begitu dia mengawali cerita tentang penyesalan Yuli.
Yuli adalah seorang gadis yang dekat dengan seorang pria bernama Raka. Keduanya sering terlihat bersama saat di kampus. Namun, di kemudian hari Yuli memilih untuk menjauh dari Raka yang hampir setiap hari berjumpa.
Dia pun menemukan momentum yang tepat untuk menghindari Raka, yaitu menjelang liburan semester. Selama liburan, Yuli dan Raka tak pernah menyambung komunikasi. Hingga suatu hari Yuli menerima kabar dari seorang kawan jika Raka telah tiada.
Muncul penyesalan di benaknya. Dalam lubuk hatinya yang terdalam, begitu sebagaimana dikisahkan, sebenarnya Yuli ingin berada di sisi Raka.
Diskusi berlangsung santai. Anggota yang hadir satu-persatu memberikan masukan serta kritikan. Mereka membincangkan cerpen sepanjang empat halaman itu sembari menikmati makanan ringan.
Hammidun Nafi' Syifauddin yang hadir malam itu turut berkomentar. Dia mengatakan kritikus memang tidak berhak apa yang penulis ceritakan. Namun kritikus mempertanyakan bagaimana cara penulis mengisahkan.
Menurutnya, cerpen yang baik dikisahkan melalui cara melawan logika umum. Artinya, penulis hendaknya mengisahkan dengan cara yang tak pernah terpikirkan orang.
Saya sendiri sontak teringat dengan cerpen yang saya tulis beberapa tahun silam. Duh, betapa susahnya menulis cerpen. Namun, saya yakin ketekunan dan kesabaran saat belajar menulis akan membuahkan hasil yang baik.
*Diskusi paramasastra #4 Soeket Teki

Post a Comment for "Membincang Penyesalan Yuli dalam Cerpen Chalia"