Untung Rugi Uang Kuliah Tunggal
Suara Merdeka, 23/02/2013
—Abdul Arif, Pemimpin Umum Surat Kabar Mahasiswa (SKM) Amanat, mahasiswa Tadris Matematika Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang
Beberapa waktu lalu, Direktorat Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) menerbitkan surat edaran untuk para pimpinan perguruan tinggi negeri (PTN) se-Indonesia. Surat bernomor 97/E/KU/2013 itu berisi dua poin penting yang harus dilaksanakan PTN tahun ini.
Dalam surat itu disebutkan, PTN harus menghapus uang pangkal dan melaksanakan uang kuliah tunggal (UKT) bagi mahasiswa baru S1 reguler mulai tahun akademik 2013/2014.
Sebenarnya hal itu sudah lama disosialisasikan. Untuk penghapusan uang pangkal bagi mahasiswa, banyak PTN yang siap melaksanakan. Asumsinya, penerimaan uang pangkal yang biasa ditarik PTN di awal semester bisa ditutup dengan Bantuan Operasional PTN (BOPTN) yang akan digelontorkan pemerintah dalam waktu dekat ini. Namun, untuk melaksanakan UKT, masih menuai pro kontra.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendibud) M Nuh mengatakan, UKT akan meringankan mahasiswa (Kompas, 8/2). Menurutnya, biaya yang dibebankan kampus kepada mahasiswa terlalu banyak. Selama ini, selain biaya kuliah semesteran, mahasiswa juga masih harus membayar berbagai sumbangan seperti pembangunan, praktikum dan sebagainya.
Selain itu, dengan model UKT, sistem kontrol juga mudah dilakukan. Model UKT dilakukan dalam satuan biaya tertentu sesuai prodi dan letak wilayah masing-masing PTN. Nominalnya ditentukan dengan cara menjumlahkan semua biaya yang dibutuhkan mahasiswa dibagi dengan masa studi (8 semester). Karena pembayaran hanya satu pos saja, aliran dana lebih mudah dikendalikan.
Keuntungan lainnya, sebagaimana diungkapkan Pembantu Rektor (PR) II Universitas Negeri Semarang (Unnes) Wahyono, model UKT menjamin biaya kuliah mahasiswa tetap selama studi (SM, 14/2).
Sementara itu, penerapan model UKT juga dinilai merugikan PTN dan mahasiswa. Menurut PR II Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Nizal Ali penerapan UKT akan berdampak pada penerimaan PT pada tahun pertama dan kedua secara signifikan. PTN akan mengalami kerugian pada kisaran angka Rp 50 miliar - Rp 200 miliar, tergantung banyak sedikitnya mahasiswa.
Tetap Mahal
Jika dilihat secara cermat, penerapan UKT sebenarnya tak jauh beda dari pembiayaan sebelumnya. Biaya UKT dihitung dari total biaya yang dibutuhkan mahasiswa selama studi. Itu sama halnya mahasiswa membayar SPP dan sumbangan-sumbangan lainnya. Hanya saja dilakukan secara global.
Untuk saat ini, semua PTN masih dalam tahap penentuan kisaran biaya UKT masing-masing untuk disetujui Dirjen Dikti. Bambang Triatmodjo dalam opininya ”Uang Kuliah Tunggal” menengarai PTN akan menentukan UKT sesuai dengan biaya yang sudah berjalan selama ini. Biaya kuliah yang telanjur mahal ditambah dengan uang pangkal yang tinggi akan dipukul rata agar terlihat kecil (Kompas, 19/2). Jika hal tersebut benar-benar dilakukan, mimpi untuk mewujudkan UKT murah tidak akan terlaksana.
Masyarakat Indonesia sangat bervariasi dalam hal ekonomi. Jika nominal UKT disamaratakan akan terjadi ketimpangan besar. Kebijakan penerapan UKT untuk PTN justru menguntungkan masyarakat menengah ke atas. Mahasiswa dari kalangan tidak mampu akan membayar biaya kuliah yang sama dengan mahasiswa menengah ke atas. Hal ini justru tidak adil dan memberatkan masyarakat yang tidak mampu.
Jika yang terjadi seperti itu, UKT justru tidak sesuai dengan apa yang diamanatkan Undang-undang Pendidikan Tinggi (UUPT). Pasal 74 ayat 1 menyebutkan, PTN wajib mencari dan menjaring calon mahasiswa yang memiliki potensi akademik tinggi tetapi kurang mampu secara ekonomi minimal 20% dari seluruh mahasiswa baru di semua prodi. Penerapan UKT justru bertolak belakang dari komitmen itu.
Mahasiswa yang kurang mampu seharusnya mendapat perlakuan berbeda. Seharusnya dilakukan subsidi silang agar mereka tidak terlalu terbebani. Namun, pemberian subsidi tak mungkin dilakukan karena tidak mungkin melebihi anggaran BOPTN yang sudah ditentukan, yaitu Rp 2,7 triliun.
Sayangnya, dalam waktu dekat ini nominal UKT akan diumumkan oleh Dirjen Dikti. Maka, solusi bijak yang perlu dilakukan PTN adalah memaksimalkan anggaran BOPTN untuk meringankan beban mahasiswa. PTN harus merelakan pos-pos anggaran yang memiliki prioritas rendah untuk menekan nominal UKT bagi mahasiswa kurang mampu. (24)
—Abdul Arif, Pemimpin Umum Surat Kabar Mahasiswa (SKM) Amanat, mahasiswa Tadris Matematika Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang
Post a Comment for "Untung Rugi Uang Kuliah Tunggal"