Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Melawan Korupsi Dengan Kesenian


Kompas, 22/01/2013

Ruang Auditorium II Kampus 3 IAIN Walisongo, Semarang, tampak riuh dengan suara peserta dan penonton konser. Sepasang penari berkostum warna hitam-putih membawakan tarian sufi. Ratusan mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi agama Islam (PTAI) yang memadati ruang itu pun terkesima. Ruang auditorium disulap menjadi panggung atraktif. Lampu-lampu yang ditata minimalis menyorotkan sinarnya ke panggung.
Tarian tersebut adalah pentas pembuka malam konser paduan suara yang digelar UKM Musik IAIN Walisongo Semarang. Acara yang bertajuk ”Anti Choirruption Concert” itu diadakan dalam rangka memperingati Hari Antikorupsi Sedunia setiap tanggal 9 Desember. Pembawa acara, Reza dan Iyut, mengungkapkan istilah ’Choirruption’ yang merupakan gabungan dari kata choir yang berarti paduan suara dan corruption yang berarti korupsi.
Ketua Umum UKM Musik Ajazullah Farobby mengatakan, konser itut menjadi agenda kampanye antikorupsi di kampus. Ia menambahkan, acara itu terlaksana berkat kerja sama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Indonesian Moslem Choir (IMC). Kegiatan yang sarat makna antikorupsi itu mendapat sambutan baik dari pihak rektorat. Pembantu Rektor III IAIN Walisongo Dr H Darori Amin MA dalam sambutannya menyampaikan apresiasi yang tinggi terhadap kegiatan tersebut. ”Upaya kita memberantas korupsi itu termasuk perjuangan. Memberantas korupsi termasuk jihad fi sabilillah,” kata Darori.
Ada empat grup paduan suara yang tampil malam itu, yaitu dari Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kudus, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Nahdlatul Ulama (STIENU) Jepara, STAIN Pekalongan, dan IAIN Walisongo. Mereka tampil memukau dengan membawakan lagu pilihan masing-masing, baik lagu daerah maupun nasional.
Paduan suara STAIN Music Studio dan UKM Seni dan Budaya STIENU Jepara muncul dengan membawakan lagu ”Gundul-gundul Pacul” dan ”Cublak-cublak Suweng”. Kostum mereka sangat khas. Penyanyi putra memakai kaus putih bercelana hitam dipadu dengan sarung yang disandarkan di atas bahu dan bersongkok. Adapun penyanyi putri memakai kebaya, berkain batik, dan memakai jilbab. Paduan suara El-Fata STAIN Pekalongan pada kesempatan itu antara lain menyuguhkan lantunan lagu ”Rayuan Pulau Kelapa” dan ”Manuk Dadali”. Mereka mengenakan kostum serba hitam dengan kain batik di pinggang.
Lawan korupsi
Konser yang berlangsung selama dua jam tersebut tak hanya menampilkan pentas paduan suara. Kelompok dari Racana IAIN Walisongo menyuguhi penonton dengan aksi teatrikal berjudul Ya atau Tidak.
Cerita berdurasi 30 menit itu mengisahkan tentang seorang pejabat bermental korup hingga suatu saat dia ditetapkan sebagai tersangka tindakan korupsi. Ketika kasusnya disidangkan, sang koruptor tak mau mengakui perbuatannya.
Pada akhir cerita, tokoh yang terbelit kasus korupsi itu mendapat vonis hukuman dari hakim pengadilan. Namun, pemimpinnya yang ikut terlibat justru tidak dikenai hukuman apa pun. Ternyata orang itu telah berkongkalikong dengan hakim pengadilan.Pada sesi yang lain, video dokumenter karya Hammidun Nafi’ S dari surat kabar mahasiswa Amanat, mencoba mengingatkan segenap civitas akademika untuk merenungkan tindakan korupsi yang merugikan negara
Negara yang dibangun dengan perjuangan para pahlawan telah dirusak oleh orang-orang bermental korup. Rakyat Indonesia pun menjadi korban. Mereka hidup dalam kemiskinan. Praktik korupsi semakin hari semakin merajalela, seperti kasus Hambalang yang melibatkan pejabat bermental korup. Konser paduan suara mahasiswa antikorupsi , setidaknya menyerukan kepada kawula muda agar menanamkan sikap antikorupsi dalam dirinya sendiri. Praktik korupsi harus dilawan. Sudah saatnya negara ini dibebaskan dari belenggu korupsi. Mudah-mudahan korupsi segera berakhir di negeri ini.
 -Abdul Arif, Mahasiswa Jurusan Tadris Matematika Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang

Post a Comment for "Melawan Korupsi Dengan Kesenian"