Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Meneladani Dakwah Sunan Muria & Kudus

 
Judul Buku       : Sunan Muria Kudus: Prinsip Hidup dalam Membentuk Karater Bangsa
Penulis             : Zamhuri, Rosidi, Farih Lidinnillah
Penerbit          : BP Universitas Muria Kudus
Cetakan           : Pertama, September 2012
Tebal               : vii + 100 halaman
Misi utama Agama Islam sebagaimana diajarkan Rasulullah SAW adalah rahmatan lil alamin (rahmat bagi seluruh alam). Dalam aplikasinya rahmat itu tak hanya untuk manusia saja, tapi untuk semua mahluk yang ada di bumi. Namun, fenomena yang nampak dewasa ini justru bertolak belakang dari misi mulia itu.
Di mata publik, Islam selalu ditautkan dengan aksi kekerasan dan terorisme. Anggapan itu memang bukan tanpa alasan, mengingat banyak kelompok umat Islam yang menghalalkan kekerasan dalam berdakwah. Agama Islam ditampilkan dalam wajah garang, menyeramkan, menghujat, serta menyerang kelompok yang tidak sepaham dengan para juru dakwahnya. Alhasil, justru cara seperti itu ditakuti dan dijauhi publik.
Buku berjudul Sunan Muria Kudus: Prinsip Hidup dalam Membentuk Karakter Bangsa ini hadir untuk memecahkan persoalan itu. Islam hendaknya diajarkan dengan nuansa kedamaian. Strategi dakwah yang dilakukan oleh para Wali Songo dalam mengembangkan ajaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa perlu diaktualisasikan kembali.
Sejarah merekam, perjuangan Wali Songo dalam mengajarkan Islam tanpa kekerasan dan paksaan. Mereka melakukan berbagai pendekatan untuk merangkul masyarakat waktu itu. Namun, dalam buku ini tidak semua risalah Wali Songo disuguhkan.  Jika membaca judul dan melihat covernya, nampak jelas buku ini hanya menyajikan kepada pembaca keteladanan Sunan Muria (Raden Umar Said) dan Sunan Kudus (Sayid Ja’far Shadiq).
Pemilihan dua sosok waliyullah itu, karena perannya dalam pendidikan diakui oleh masyarakat Jawa. Hingga sekarang, ajaran mereka masih memiliki relevansi dalam menyelesaikan problem sosial. Hal itu disebabkan ajaran mereka sangat toleran terhadap kebudayan Jawa dan Nusantara. Sehingga masyarakat Jawa dengan mudah menerima ajaran dan dakwah kedua wali itu.
Kearifan
Dalam dakwah Wali Songo, termasuk Sunan Muria dan Kudus mempunyai dua prinsip, yaitu bertahap dan tidak menyakiti perasaan masyarakat. Justru tradisi dan kebudayaan masyarakat diangkat sebagai media untuk menyampaikan ajaran Islam. Prinsip itu disesuaikan dengan anjuran Islam, yaitu mengajak seseorang dengan perkataan yang baik dan santun. Mereka juga memahami konteks sosial masyarakat saat itu.
Sunan Muria dan Sunan Kudus adalah dua dari kesembilan wali yang menjadi kiblat masyarakat dalam berinteraksi sosial. kedu anya tak hanya menjadi seoarang guru dalam bidang agama, tetapi sekaligus sebagai pemimpin. Dalam hal memimpin inilah, keduanya memberikan keteladanan yang sampai sekarang masih kuat dilaksanakan.
Sunan Muria selalu mengajarkan untuk saling tolong-menolong dan bergotong-royong. Seruannya yang terkenal yaitu “pagerono omahmu kanthi mangkok.” Sampai sekarang masyarakat Muria dan sekitarnya tetap melaksanakan anjuran bersedekah dari falsafah yang diajarkan putra Sunan Kalijaga itu.
Sedangkan Sunan Kudus mengajarkan betapa pentingnya menghargai perbedaan. Sikap toleransi itu ditunjukkan dengan adanya bangunan Menara Kudus. Bangunan dengan ornamen Hindu-Budha itu berdiri megah di depan masjid. Hal itu agar masyarakat tidak asing jika datang ke masjid. Bangunan yang mirip candi itu juga bisa menjadi penghargaan terhadap masyarakat yang mayoritas pemeluk Hindu-Budha.
Sosok Sunan Kudus yang pluralis itu juga ditunjukkan dengan anjurannya agar tidak menyembelih sapi. Sapi adalah hewan yang dimuliakan penganut agama Hindu saat itu. Cara itu ternyata sanagat berhasil menarik simpati masyarakat pada masa itu.
Tak hanya itu, kedua wali tersebut sangat getol dalam menyampaikan ajaran Islam melalui kesenian. Sunan Muria menciptakan tembang Sinom dan Kinanthi. Ia juga menggunakan pagelaran wayang kulit seperti ayahnya: Sunan Kalijaga, sebagai media dakwah.  Begitu juga Sunan Kudus yang berhasil menciptakan tembang Maskumambang dan Mijil. Dengan kepiawaiannya itu, mereka layak mendapat gelar seniman. Maka, tepat sekali menghadapi masyarakat yang saat itu terbiasa dengan seni.
Begitulah apa yang dikoarkan oleh buku mungil ini. Keteladanan berdakwah yang dilakukan Sunan Muria dan Kudus perlu dikaji kembali. Dengan pendekatan damai dan toleransi Sunan Muria dan Sunan Kudus mampu meraih simpati masyarakat. Dengan mengaktualisasikan strategi dakwah mereka, ajaran Islam akan mudah diterima.
-Abdul Arif, peminat kajian budaya di Komunitas Soeket Teki Semarang

1 comment for "Meneladani Dakwah Sunan Muria & Kudus"