Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Belajar Hikmah bersama Emha


Judul Buku       : Spiritual Journey; Pemikiran dan Permenungan Emha Ainun Nadjib
Penulis             : Prayogi R. Saputra
Penerbit          : Buku Kompas
Cetakan           : Maret 2012-04-29
Tebal               : xvii+214 halaman
ISBN                 : 978-979-709-629-8 

Maiyah identik dengan bershalawat. Shalawat memang bukan ibadah mahdloh kepada Allah dan bukan  kewajiban manusia. Ia hanya sebagai ungkapan cinta yang dalam kepada Rasulullah. Shalawat ini memiliki peran signifikan dalam kehidupan.
Ia merupakan kunci utama segitiga cinta antara manusia, Rasulullah, dan Allah. Bagaimana bisa? Ya, logikanya jika Allah mencintai manusia yang mencintai kekasih-Nya, sedangkan  Rasulullah Muhammad adalah kekasih Allah. Maka dapat disimpulkan Allah mencintai manusia yang mencintai kekasih-Nya; Muhammad.
Pandangan demikian menjadi salah satu uraian dalam buku Spiritual Journey; Pemikiran dan Permenungan Emha Ainun Nadjib. Pandangan inilah yang kemudian menjadi pemikiran dasar jamaah Maiyah.
Emha bersama jamaah Maiyah dengan bershalawat memohon intervensi Allah untuk kemaslahatan bangsa Indonesia. Bagi Emha, kerusakan di negeri ini sudah sempurna. Kerusakan moral, perilaku korup secara massif merasuk ke dalam kehidupan yang paling kecil. Maka, kondisi Indonesia yang mengenaskan itu membutuhkan intervensi Allah. Jangan sampai Allah melakukan intervensi dengan cara seperti yang dilakukan kepada kaum Nabi Nuh; dimusnahkan dengan banjir besar (hal. 78). 
Maiyah hanya sekumpulan orang-orang yang prihatin terhadap kebobrokan dan kezaliman penguasa. Pada mulanya Maiyah adalah sebuah pengajian di rumah Ibunda Emha di Jombang, Jawa Timur (Jatim). Pengajian ini digagas oleh Adil Amrullah pada 1993 sebagai perekat silaturrahmi Emha dan keluarganya. Lambat laun pengajian itu meluas hingga ke desa-desa, kecamatan, bahkan samapai ke daerah luar Jatim.
Pengajian ini diselenggarakan rutin sebulan sekali. Pengajian digelar ketika bulan purnama. Sehingga banyak kalangan yang menyebutnya dengan pengajian Padhangmbulan. Kemudian pengajian ini berlanjut di rumah Emha di Yogyakarta dengan nama Mocopat Syafaat. Sampai sekarang orang-orang mengenalnya dengan pengajian Maiyah.
Maiyah hidup dengan pengajian-pengajiannya. Pengajian ini diisi dengan bershalawat diiringi musik Kiai Kanjeng dan diskusi-diskusi terkait tema-tema yang berkembang saat ini. Diskusi tersebut sebagai upaya memperluas wawasan keilmuan. Sehingga, setiap kali pengajian melahirkan pemikiran-pemikiran yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan. Emha sebagai tokoh penting di Maiyah, menyumbang banyak pemikiran.
Gagasan-gagasan yang dituangkan Emha itu ditulis oleh Prayogi R. Saputra dalam buku setebal 214 halaman ini. Penulis bercerita tentang perjalanan spiritual Emha bersama jamaah Maiyah. Penulis menyajikannya dalam dua bagian. Bagian pertama, mengulas tentang pengalaman-pengalaman selama bermaiyah di Mocopat Syafaat.
Beberapa tulisan disajikan dalam adegan percakapan langsung. Membuat pembaca seolah hadir menyaksikan percakapan tersebut. Bagian kedua berisi tentang argumen-argumen dan uraian tentang Maiyah lebih mendalam.
Hikmah
Di Maiyah, para jamaah dididik agar memiliki kemampuan yang cukup untuk memproduksi gagasannya sendiri (hal. 186). Gagasan multikultural misalnya. Pada suatu pengajian Maiyah, Emha menceritakan pengalaman menariknya. Emha bersama Kiai Kanjeng pernah pentas keliling di Australia, Malaysia, Hongkong, Timur Tengah, Jerman, Inggris, Skotlandia, Italia, dan Finlandia.
Pernah suatu ketika Emha tampil di sebuah gereja di Finlandia. Gereja tersebut disulap laiknya geduang teater. Menurut Emha, bagi orang Kristen, bangunan itu gereja, tapi baginya hanyalah bangunan biasa. Yang paling menakjubkan adalah ketika orang-orang Kristen berusaha membungkus patung Yesus. Emha malah melarangnya. Sebab, bagi Emha itu hanya patung biasa kendati mereka menganggapnya patung Yesus (hal. 189).
Di sinilah jamaah diajak berpikir dan berdiskusi untuk menentukan gagasannya sendiri. Emha, Kiai Kanjeng dan jamaah Maiyah telah memberi contoh pengalaman hidup dalam realitas multikultural. Dalam realitas multikultural, hidup adalah saling menghormati, saling menghargai, saling memuliakan, dan saling menjaga untuk tidak menyakiti dan mengganggu keyakinan orang lain.
Selain itu, Emha juga mengajarkan cara berdoa. Menurutnya, hendaknya kita berdoa untuk semua orang. Hal ini diceritakan oleh Sabrang (putra Emha dan vokalis Letto) pada saat menjenguk seseorang di runah sakit. Waktu itu, Sabrang diajak Emha berdoa bersama-sama. Emha mengucap doa tak hanya untuk orang sakit yang dijenguknya, tapi semua orang yang sakit ia doakan (hal. 128).
Buku ini mencoba menggugah kesadaran pembaca. Bahwa segala sesuatu dalam kehidupan ini tak lepas dari intervensi Allah Yang Maha Kuasa. Catatan dalam buku ini berisi hikmah-hikmah dari Emha Ainun Nadjib yang penting untuk dibaca.
Abdul Arif,  Sekretaris Redaksi Surat Kabar Mahasiswa (SKM) Amanat IAIN Walisongo Semarang

Post a Comment for "Belajar Hikmah bersama Emha"