Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Akademi Komunitas dan Pembangunan Ekonomi

Bangsa ini seolah mendapat angin segar ketika Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) menggagas Akademi Komunitas (AK). Kebijakan yang bakal direalisasikan awal September ini, dalam rangka meningkatkan daya saing tenaga kerja Indonesia (TKI) (SM, 28/8/2012).
Ya, AK merupakan pendidikan vokasi setingkat diploma satu dan diploma dua. Sebagaimana diungkapkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) M Nuh, pendirian akademi komunitas memiliki tiga sasaran. Pertama, untuk meningkatkan kualitas ketenagakerjaan. Sehingga daerah kantong-kantong penyedia TKI menjadi kriteria wilayah pendirian AK.
Kedua, dengan adanya AK daerah-daerah yang memiliki sumber daya alam  bisa dikelola dengan baik. Pasalnya, jika di daerah tersebut terdapat pabrik atau perusahaan, masyarakat setempat bisa ikut terlibat. Ketiga,  pendirian AK merupakan kesatuan dari Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).
Melihat cita-cita mulia itu, pendirian AK perlu mendapat apresiasi tinggi dari semua lapisan masyarakat. Sudah saatnya kita mengambil alih pengelolaan sumber daya alam kita. Jangan sampai kita hanya menjadi penonton di negeri sendiri. Segala potensi yang terhampar dari Sabang sampai Merauke tak boleh disentuh orang asing.
Ya, persoalan ketenagakerjaan memang masih menjadi problem krusial bagi bangsa ini. Masih banyak  penduduk di negeri ini yang  memilih kerja serabutan. Hal itu disebabkan rendahnya kualitas tenaga kerja dan minimnya keahlian sehingga sumber daya yang melimpah ruah terabaikan. Bahkan tak sedikit anak bangsa kita yang memilih mengadu nasib di luar negeri.
Kita patut menggugat agenda pendidikan yang selama ini berlangsung. Pendidikan yang “dikonsumsi” selama ini belum bisa memenuhi kebutuhan itu. Pendidikan hanya dilakukan secara formalitas. Sebatas memenuhi kewajiban untuk duduk di bangku sekolah selama 12 tahun. Padahal, terkadang  kita bingung menjawab ketika ditanya apa yang didapat dalam kurun waktu yang panjang itu?
Pengalaman penulis, banyak kawan lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) yang harus belajar dari awal untuk memulai karir kerjanya. Pengetahuan yang didapat selama di bangku sekolah belum bisa diandalkan. Kurikulum yang diterapkan di sekolah  belum bisa memberi bekal hidup. Taruhlah misal, untuk bekerja menjadi kuli proyek pembangunan saja harus belajar lagi. Sebab, di sekolah memang tak diajarkan itu.
Masih beruntung mereka yang menimba ilmu di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Ketika terjun di dunia kerja mereka tak gagap lagi karena di sekolah mereka digodok untuk menjadi tenaga kerja dengan keahlian tertentu. Namun, untuk sekolah di SMK memang menghabiskan biaya tak sedikit. Itu pula yang menjadi kendala.
Lebih parah lagi,  dewasa ini banyak sarjana menganggur. Para sarjana masih hilir mudik membawa surat lamaran kerja. Apa yang terjadi? Lowongan pekerjaan yang tersedia tak sebanding dengan lulusan sarjana yang tiap tahun kian melambung kuantitasnya.
Pembangunan Ekonomi                 
 Pendirian AK, sebagaimana disampaikan Nuh adalah untuk melahirkan tenaga kerja yang memiliki daya saing tinggi. Hal ini  memang diperlukan mengingat kondisi perekonomian kita saat ini belum menunjukkan tanda-tanda kemajuan. Perekonomian yang mapan hanya berpusat di titik-titik tertentu. Belum bisa merata di seluruh pelosok negeri. Padahal seiap daerah memiliki potensi tinggi.
Dengan AK, pembangunan ekonomi bisa dilakukan dengan cepat dan sistematis. Dengan keahlian yang bakal diperoleh dari AK nanti, masyarakat mampu berpartisipasi meningkatkan perekonomian bangsa. Potensi-potensi lokal maupun nasional akan lebih mudah dikelola dan dimanfaatkan sebaik-baiknya.
 Namun begitu, kehadiran AK dirasa mengancam keberadaan institusi pendidikan atau akademi yang bergerak pada level D-1 dan D-2. Yang dikhawatirkan adalah akademi pendidikan tersebut akan mengalami kemerosotan jumlah mahasiswa. Masyarakat akan lebih memilih AK. Sebab, dalam praktiknya nanti AK akan lebih terjangkau dari segi biaya dan didirikan di setiap kota atau kabupaten potensial. 
Pada tahap awal, pemerintah akan mendirikan 20 AK di kota atau kabupaten dengan program studi otomotif, agro, teknologi informasi, dan perhotelan..  Diantaranya adalah Pacitan, Palembang, Temanggung, Aceh Barat, Sumenep, Blitar, Lampung Tengah, Situbondo, Rejang Lebong, Sumbawa, Sidoarjo, Nganjuk, Bojonegoro, Kolaka, Tanah Datar, Kota Mataram, Kota Prabumulih dan Tuban. Pembangunan pertama akan dilakukan pada 9 September di Pacitan, Jawa Timur.
Maka, bagi akademi pendidikan yang lain tak perlu cemas. Justru kehadiran AK adalah momentum yang tepat untuk menunjukkan kualitas pendidikan. Masyarakat tentu akan memilih yang berkualitas tinggi. Yang dibutuhkan adalah kerjasama, bahu-membahu membangun perekonomian bangsa dengan melahirkan tenaga kerja yang handal. Nah, begitu.  
-Abdul Arif, Pengelola SKM Amanat, Mahasiswa Tadris Matematika IAIN Walisongo Semarang

Post a Comment for "Akademi Komunitas dan Pembangunan Ekonomi"