Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Putu Fajar Arcana Meruwat Sahadewa

Judul : Gandamayu
Penulis : Putu Fajar Arcana
Penerbit : Buku Kompas
Tahun : Januari 2012
Tebal : xviii + 190 halaman
Harga : Rp 38.000

OKEZONE, 9 Juli 2012
Ruwatan adalah upacara membebaskan orang dari nasib buruk  yang akan menimpa. Sebagian orang  Bali dan  Jawa menyakini ruwatan sebagai satu jalan spiritual yang melahirkan manusia kembali menjadi manusia yang lebih baik dalam berbagai hal. Tradisi ruwatan ini mengacu pada kisah Mahabarata, ketika Sahadewa salah satu dari awak Pandawa, meruwat Dewi Durga yang berwajah raksasa mengerikan kembali menjadi Dewi Uma yang cantik rupawan.

Alkisah, Dewa Siwa ingin menguji kesetiaan istrinya, Dewi Uma, dengan berpura-pura sakit keras. Ketua para Dewa itu meminta Uma untuk mencari air susu putih milik seorang penggembala di bumi untuk dijadikan obat. Uma pun lekas turun ke bumi. Sementara Dewa Siwa dengan secepat cahaya lebih dulu sampai di sebuah hutan dan menyamar  sebagai penggembala sapi.

Seharian Uma mencari penggembala sapi, tapi tak jua ketemu. Sampai senja merayapi hutan, akhirnya ia bertemu dengan penggembala sapi itu. Ia pun lantas meminta segelas susu sapi penggembala yang kebetulan sedang menyusui itu. Lelaki penggembala tak berkenan memberikan susu sapinya secara cuma-cuma. Ia rela memberi susu sapi itu, jika Uma bersedia  tidur dengannya.

Dewi Uma bimbang ketika di simpang pilihan. Siwa yang memintanya turun ke bumi untuk mencari susu sapi putih harus berurusan dengan penggembala sapi. Di satu sisi Dewi Uma sangat butuh susu itu untuk mengobati Siwa yang sedang sakit, di sisi lain ia harus menyerahkan kehormatannya. Sebuah ujian kesetiaan. Dan apa boleh buat, demi kesetiaannya pada Siwa ia rela menyerahkan tubuhnya!

Dewi Uma pun pulang ke Kahyangan dengan membawa susu itu. Dan Siwa ternyata tahu apa yang dilakukan Uma di bumi. Siwa tidak terima. Ia lantas mengutuk Uma menjadi Durga yang buruk rupa dan tinggal di bumi, tepatnya di Setra Gandamayu selama 12 tahun.

Setelah 12 tahun hidup menjadi penguasa Gandamayu, datanglah Sahadewa anak bungsu Pandu. Ia diseret Kunti ke Gandamayu untuk dijadikan tumbal bagi Durga agar Pandawa bisa memenangkan perang Baratayuda. Pandawa tidak akan bisa mengalahkan Korawa karena mereka didukung oleh dua raksasa sakti, yaitu Kalantaka dan Kalanjaya. Hanya dengan bantuan Dewi Durga, pikir Kunti, Pandawa bisa menang.

Kunti menyerahkan Sahadewa kepada Durga. Ia diikat di batang pohon randu kuburan Setra Gandamayu. Namun pada akhirnya, Sahadewa yang dibantu Dewa Siwa berhasil meruwat Durga menjadi Dewi Uma yang cantik seperti sediakala. Dari situlah Sahadewa mendapat gelar Sudamala dari Dewi Uma. Ia pun diberi jimat sakti yang ditulis langsung oleh Dewi Uma di lidah Sudamala. Pada akhir cerita, Sudamala lah yang mengalahkan dua raksasa Kalantaka dan Kalanjaya.

Jadi Sahadewa

Putu Fajar Arcana, melalui novelnya Gandamayu, mengisahkan dengan apik asal-muasal tradisi ruwatan itu. Penulis mencoba membaurkan antara realitas sehari-hari dengan realitas mitologis. Ruwatan yang sebelumnya hidup di dunia wayang dihadirkan ke dalam dunia nyata. Dunia wayang menjadi sumber nilai dalam kehidupan keseharian.

Di Bali dan Jawa ritual ruwatan biasanya didahului dengan pementasan wayang yang memainkan lakon Sahadewa. Di akhir pementasan, sang dalang kemudian meruwat para penanggap wayang tersebut. Inilah yang kemudian mitologi semacam ruwatan melebur dalam laku sehari-hari (hal. xii).    

Membaca novel ini seperti menyelam  di dunia wayang. Putu menggarapnya dengan bumbu-bumbu budaya. Seperti karya-karya cerpennya dalam antologi Samsara, karyanya tak lepas dari mitos. Kematian selalu menjadi topik yang menarik ketika digarap dengan pena Putu. Ia mengisahkan novel ini seolah-olah dialah Sahadewa yang dilahirkan kembali ke bumi.

Kisah dalam novel ini sebenarnya catatan dari pengalaman Putu selama mengikuti ayahnya menembang. Meski ayahnya seorang petani, tapi pandai menembangkan bait-bait epos seperti Ramayana dan Mahabarata. Karena keahlian inilah ayahnya sering mendapat undangan mabebasan (menembang) dari warga kampung yang sedang melaksanakan upacara suci yang dikenal dengan yadnya.

Biasanya Putu mendesak ayahnya untuk bercerita lebih dulu sebelum ditembangkan di tempat undangan. Dalam perjalanan menuju tempat upacara  itulah, Putu menikmati cerita Sahadewa dari sang ayah.

Namun, novel Gandamayu ini memiliki kelemahan. Cerita-cerita epos cukup membut jenuh para penikmat novel dewasa ini. Untung saja Putu dengan pena emasnya mampu menarik pembaca kembali untuk segera mengkhatamkannya.

Satu contoh, ia membahas persoalan gender dalam novel ini. Uma menjadi ikon yang terjebak dalam bias gender. Sesuatu yang langka untuk sebuah novel. Alhasil, Putu Fajar Arcana saya akui telah berhasil meruwat epos Sahadewa menjadi novel Gandamayu yang apik ini.

Peresensi: Abdul Arif, Pengelola Surat Kabar Mahasiswa (SKM) Amanat IAIN Walisongo Semarang

Post a Comment for "Putu Fajar Arcana Meruwat Sahadewa"