Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Merawat Dolanan Tradisional

Dulu ketika penulis masih kecil, banyak dolanan tradisional, seperti angklek, dobak sodor, petak umpet, dakon, dan lain-lain. Selain mengasyikkan, dolanan-dolanan itu mampu mempererat simpul pertemanan.  Namun, entah ke mana dolanan itu  sekarang?
Ya, beberapa tahun terakhir perkembangan dolanan tradisional anak-anak kian tergusur oleh berbagai media. Gempuran permaianan modern dewasa ini, membuat dolanan tradisional kian terasing.
Namun, masih  ada komunitas yang bersiteguh menjaga dolanan anak tradisional. Tetapi, upaya mereka sebatas kegiatan festival dan pertunjukan. Dolanan anak tak bisa menyatu lagi dengan masyarakat.
Pementasan hanya melestarikan dari sisi visual, belum bisa menyentuh esensi dolanan anak. Padahal, substansi dolanan anak tradisional adalah agar anak-anak bisa berkumpul, bekerjasama, serta mampu bersosialisasi dengan teman-temannya.
Jika kita cermati, dolanan anak tradisional memiliki misi positif. Sebagai contoh lagu lir-ilir  yang digunakan sebagai media dakwah Sunan Kalijogo. Lagu lir-ilir diciptakan untuk menggiring perhatian masyarakat agar tertarik dengan Islam.
Dolanan tradisional sarat akan nilai sosial dan budaya. Sebagaimana yang dikatakan Tashadi (1993), permainan tradisional anak-anak di Jawa mengandung nilai-nilai budaya tertentu. Di samping itu dolanan memiliki fungsi melatih pemainnya untuk melakukan hal-hal yang berguna untuk kehidupan mereka di tengah masyarakat nantinya.
Namun realitanya, posisi dolanan tradisional kian tergeser oleh permainan modern. Permainan modern, seperti dikatakan Sumintarsih (2008), semakin menjauhkan anak-anak dari hubungan  perkawanan, dari komunalistik ke induividualistik.
Alternatif
Menjaga keutuhan budaya dolanan tradisional memang sangat sulit. Era globlalisasi membuat masyarakat lupa akan budayanya sendiri. Benturan budaya asing juga berpengaruh. Apalagi anak-anak lebih senang denga hal-hal baru yang menarik. Dolanan tradisional dahulu barangkali tak mampu lagi memikat anak-anak sekarang.
Memang setiap zaman memiliki warna tersendiri. Anak-anak yang lahir pada zaman tertentu diiringi dengan mode dolanan yang berkembang. Maka, tidak menutup kemungkinan, generasi sekarang menciptakan permainan baru yang bisa membungkus nilai-nilai  sosial yang diusung dolanan tradisional.
Yang terpenting adalah permainan itu fungsional. Jika permainan itu berguna bagi anak-anak, mereka akan  mendukungnya.
Ada  sebuah komunitas yang patut dicontoh. Yaitu  komunitas Toys Design Center (TDC). Komunitas ini didalangi oleh mahasiswa Universitas Diponegoro (UNDIP). Mereka  mencoba menciptakan inovasi baru permainan anak. Dengan memanfaatkan  limbah dan bahan bekas, mereka menciptakan permainan anak yang menarik. Komunitas TDC membuat desain permainan dilengkapi dengan teori dasar sains.
Barangkali inovasi mereka bisa menjadi alternatif bagi dolanan tradisional yang kian terlupakan. Setidaknya bisa meminimalisir serbuan mainan anak-anak dari negara asing yang murah dan sangat menarik, tapi miskin edukasi. Dengan begitu kehidupan dolanan tradisional masih bisa diselamatkan.
Pelestarian
Dolanan tradisional anak adalah warisan budaya adiluhung yang harus dipertahankan. Upaya pelestarian dolanan tradisional harus dimulai dari keluarga. Jika keluarga mendukung, gairah anak terhadap dolanan tradisional akan muncul dengan sendirinya.
Selain itu, sekolah memiliki peran strategis dalam melestarikan dolanan tradisional anak. Seyogianya di sekolah-sekolah tingkat dasar dan menengah siswa-siswi  dikenalkan dolanan tradisional anak tempo dulu. Pembelajaran melalui buku-buku dan video sangat membantu.
Namun sayang, tak banyak sekolah yang menyadari hal itu.  Banyak sekolah yang tak mengajarkan kebudayaan dolanan tradisional kepada muridnya. Hal itu disebabkan rendahnya kreativitas guru dalam menjalankan kurikulum. Kurikulum dari pemerintah tak menyebutkan materi tentang dolanan tradisional, sehingga di sekolah-sekolah tak diajarkan. Padahal, menurut Guru Besar Fakultas Bahasa dan Seni Unnes, Prof. Muhammad Jazuli, kurikulum bisa dikreasikan sesuai kebutuhan pendidikan.
Pemerintah juga perlu membuat kebijakan yang tegas terhadap persoalan budaya. Jangan sampai kekayaan budaya yang dimiliki negeri ini dirampas orang. Mumpung belum terlambat, mari kita bersama-sama merawat dolanan tradisional.

-Abdul Arif, pengkaji budaya di komunitas Soeket Teki Semarang dan sekretaris redaksi Surat Kabar Mahasiswa Amanat IAIN Walisongo

Post a Comment for "Merawat Dolanan Tradisional"