Meneguhkan Komitmen Antinarkotika
Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY) membuat keputusan yang
mengejutkan. Pada Minggu (20/5) ia meneken grasi untuk terpidana narkotika
Schapelle Corby. Corby yang seharusnya diganjar penjara 20 tahun, kini merasa
lega karena mendapat grasi berupa pengurangan hukuman lima tahun.
Keputusan tersebut sontak menuai kontroversi dan memancing
pertanyaan publik. Bagaimana tidak, masyarakat tentu masih ingat ketika SBY
mengoarkan komitmen antinarkotika pada saat peringatan hari Antinarkotika
Internasional. Pada saat itu, di komplek Monumen Nasional (Monas) SBY menyatakan
sikap agresif dan ambisius dalam memberantas narkoba. Ia bahkan mengimbau
kepada Badan Narkotika Nasional agar aktif dan lebih berinisiatif.
Apalagi para pembantu Presiden, seperti Wakil Menteri Hukum dan HAM
(Wamenkumham) Denny Indrayana, juga pernah menegaskan komitmen yang sama.
Menurut Denny, pemerintah tidak akan memberikan remisi terhadap terpidana kasus
narkoba, korupsi, dan terorisme.
Masyarakat tentu bisa menilai. Pemberian grasi Presiden kepada
Corby menunjukkan lunturnya komitmen pemerintah dalam memberantas narkoba. Di
tengah geramnya masyarakat menyaksikan peredaran narkoba yang merusak kaum
muda, pemerintah malah memberi grasi kepada terpidana narkotika.
Ya, sebagaimana diberitakan Harian Kompas, peredaran narkoba di
Indonesia sudah mencapai tingkat darurat. Kuantitas pengguna narkoba sejak 2003
terus meningkat. Mereka tak hanya masyarakat biasa, namun juga aparat. Narkoba seolah
sudah menjadi gaya hidup.
Tahun ini, sebagaimana dikabarkan Media Indonesia, jumlah pecandu
obat-obatan terlarang itu mencapai 5 juta orang. Memang, Indonesia menjadi
lahan basah untuk bisnis peredaran narkoba. Ada dugaan keterlibatan aparat
dalam bisnis haram itu.
Bisa kita bayangkan, jika aparat saja terlibat dalam kasus narkoba,
tentu pemberantasan narkoba akan menjadi agenda asal-asalan. Kasus Kampung
Ambon misalnya, meski sudah dilakukan penggerebekan berulangkali, transaksi
narkoba masih saja marak.
Majalah Tempo edisi 7-13 Mei melaporkan hasil investigasinya di
Kampung Ambon, Cengkareng, Jakarta Barat. Dalam laporan berjudul “Tangan
Godfather di Kampung Ambon,” Tempo berhasil menguak adanya keterlibatan aparat
dalam bisnis narkoba. Kampung tersebut bahkan mendapat julukan sebagai surga
para pemburu narkoba. Obat apapun tersedia seperti sabu, ekstasi, dan putaw.
Transaksi pun berjalan 24 jam nonstop.
Meneguhkan Komitmen
Melihat fakta yang ada, Presiden perlu meneguhkan kembali
komitmennya dalam memberantas narkoba.
Memang, persoalan grasi adalah hak prerogatif Presiden. Tetapi, jika para
pengedar narkoba yang merusak negeri ini diberi keringanan, akan membuat mereka
kegirangan. Maka keputusan memberikan grasi kepada Corby harus dipertimbangkan
lagi.
Menurut Guru Besar (Gubes) Hukum Internasional Fakultas Hukum
Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana, perlindungan Corby merupakan agenda
lokal Australia. Masyarakat Australia menekan pemerintahnya untuk membela
Corby. Kemudian pemerintah Australia menekan pemerintah Indonesia.
Memang dilematis, di satu sisi Presiden kita harus menghadapi
desakan dari Australia yang terus melakukan pembelaan terhadap Corby. Di sisi lain Presiden telah beberapa kali
mengumbar komitmennya melawan narkoba. Bisa ditafsirkan, pemberian grasi untuk
Corby menunjukkan Presiden tak punya nyali menghadapi penetrasi yang dilakukan Australia.
Pemerintah pun berdalih dengan alasan yang janggal. Menkumham Amir
Syamsuddin menganggap pemberian grasi untuk terpidana narkotika asal Australia
itu sebagai upaya diplomasi perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) yang
terlibat kasus hukum di luar negeri. Namun, Hikmahanto menilai pengurangan
hukuman tersebut tak berpengaruh terhadap sejumlah WNI yang ditahan di
Australia.
Presiden perlu meniru Malaysia atau Singapura yang berani melawan negara manapun ketika
menyangkut perkara narkoba. Corby yang tertangkap di Bandara Ngurah Rai
Denpasar, Bali pada 8 Oktober 2004, terbukti menyelundupkan 4,1 kg mariyuana.
Sudah sepantasnya Corby mendapatkan ganjaran hukuman penjara selama 20 tahun.
Memang pemberian grasi untuk Corby mendapat sanjungan dari
masyarakat Australia. Tetapi di dalam negeri kepputusan itu menuai berbagai
kecaman. Presiden harus berani memilih. Di sanjung-sanjung orang Australia atau
negeri Indonesia menjadi surga para bandar narkoba!
-Abdul
Arif, Sekretaris Redaksi Surat Kabar Mahasiswa (SKM) Amanat IAIN Walisongo
Semarang
Post a Comment for "Meneguhkan Komitmen Antinarkotika"