Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Menyambut Kebijakan BOPTN


Suara Merdeka, 16/6/2012

Kita bisa sedikit lega, sebab akses untuk masuk ke pendidikan tinggi kian terbuka lebar.
Ya, belum lama ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) membuat kebijakan baru terkait Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN).

KEBIJAKAN ini digadang mampu memecahkan per soalan biaya kuliah yang relatif mahal (SM, 6/6).BOPTN merupakan bantuan biaya dari pemerintah yang diberikan pada perguruan tinggi (PT) untuk mengemban misi keterjangkauan layanan pendidikan. Bantuan tersebut untuk menekan biaya pendidikan tinggi yang masih “mahal“.

Sejak diterbitkannya Perpres No 77/2007 tentang bidang-bidang usaha yang tertutup dan terbuka untuk penanaman modal, pendidikan masuk dalam bidang usaha tersebut.
Usaha pendidikan tersebut mencakup bidang usaha pendidikan dasar, menengah, pendidikan tinggi dan nonformal.

Dengan adanya peraturan tersebut, secara tidak langsung pemerintah telah merombak paradigma pendidikan nasional. Sofian Effendi dalam tulisannya ”Reposisi Pendidikan Nasional” menilai pendidikan tak lagi dipandang sebagai kewajiban konstitusional pemerintah.

Sebaliknya, pendidikan dijadikan kegiatan komersial. Tentu saja hal ini mencederai cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana amanat UUD 45.

Memang, tak banyak siswa lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) yang bisa melanjutkan ke PT. Hanya masyarakat kelas menengah ke atas yang bisa leluasa mengakses pendidikan tinggi.Sementara, masyarakat kelas menengah ke bawah, cukup dengan asupan pendidikan menengah (SMP dan SMA). Bahkan tak sedikit penduduk negeri ini yang hanya lulusan Sekolah Dasar (SD).

Dengan kebijakan baru ini, tentu harapan baru mulai bersemi di dada anak-anak bangsa. Cita-cita belajar di PT yang barangkali dalam anganangan, ada harapan bakal terwujud, sehingga cita-cita kemerdekaan untuk mencerdaskan bangsa bukan sekadar janji belaka.

Lebih Fokus

Menurut Mendikbud, M Nuh, BOPTN untuk membantu pendanaan PTN. Ia berharap, dengan adanya bantuan tersebut, PTN tak lagi membebani mahasiswa dengan biaya kuliah mahal.

Pemerintah akan mengurangi nominal bantuan jika ternyata ada PTN yang masih memberlakukan biaya kuliah tinggi di kemudian hari. Sebaliknya, jika ada PTN yang mendapat pendapatan besar dari kerja sama riset atau hibah kerja sama, nominal bantuan akan diperbesar.

Pikir Nuh, dengan cara seperti itu, PTN akan lebih fokus pada kegiatan riset dan kerja sama.
Dalam praktiknya nanti, pemanfaatan BOPTN lebih fleksibel. PTN dapat menggunakannya sesuai kebutuhan.
Hanya saja, Mendikbud tetap mengimbau agar PTN mampu menekan uang kuliah tunggal (UKT) hingga 30%. UKT meliputi SPP, praktikum, laboratorium, KKN, wisuda, dan lainnya.

Kebijakan BOPTN perlu disambut dengan baik. Setidaknya membukakan pintu bagi masyarakat untuk mengakses pendidikan tinggi. Dengan BOPTN, UKT bisa lebih murah. Misalnya, SPP yang biasanya Rp 700.000 per semester bisa berkurang menjadi Rp 490.000.

Selain itu, dengan adanya BOPTN, Sumbangan Pengembangan Lembaga (SPL) yang diambil dari mahasiswa baru pada awal semester pun akan dihapuskan. SPL dengan nominal besar cukup meresahkan.
Pengalaman penulis, banyak kawan-kawan yang tersisihkan saat mengikuti seleksi penerimaan mahasiswa baru lantaran mengisi SPL dengan nominal kecil. Justru yang diterima adalah mereka yang mengisi SPL dengan nominal besar. Sungguh ironis.

Adanya BOPTN juga memicu PTN agar lebih fokus dalam meningkatkan pelayanannya. Pengelolaan BOPTN yang fleksibel membuat PTN lebih leluasa. Bantuan tersebut bisa dialokasikan untuk kegiatan pelaksanaan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, biaya pemeliharaan, tambahan bahan praktikum, bahan pustaka, penjaminan mutu, kegiatan kemahasiswaan, langganan daya dan jasa, dan kegiatan produktif lainnya.

Namun, kebijakan BOPTN cukup rawan terhadap penyelewengan.
Dengan pengelolaan yang fleksibel, hendaknya pengelolaan BOPTN dilakukan secara transparan. Pemerintah perlu melakukan pengawasan ketat agar bantuan tersebut bisa dimanfaatkan secara optimal.

Jangan sampai ada sepeser pun yang salah masuk kantong koruptor kampus.
Sudah saatnya bangsa ini memberi pelayanan pendidikan yang terjangkau. Hanya saja mengapa kebijakan BOPTN harus menunggu tahun depan? Rasanya sudah tidak sabar.

-Abdul Arif, mahasiswa Tadris Matematika IAIN Walisongo Semarang, Sekretaris Redaksi SKM Amanat IAIN Walisongo Semarang.

Post a Comment for "Menyambut Kebijakan BOPTN"