Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Korupsi Menyuburkan Kemiskinan

OKEZONE, 30/04/2012

Judul Buku : Korupsi yang Memiskinkan
Editor : Maria Hartiningsih
Penerbit : Kompas
Cetakan : Agustus 2011
Tebal : xiv + 370 hlm.


"Kemiskinan adalah bentuk terburuk dari kekerasan”

Kutipan di atas adalah perkataan seorang tokoh besar India, Mahatma Gandhi, yang mengawali penulisan buku ini. Ya, kemiskinan yang melanda negeri ini tak ubahnya “siksa”. Selama 65 tahun sejak merdeka, republik ini tak jua lepas dari jerat kemiskinan. Beberapa dekade pula pemerintah melakukan pembangunan.

Alokasi anggaran untuk mengentas kemiskinan dari waktu ke waktu kian meningkat. Tetapi, angka orang miskin sulit sekali turun. Lantas muncul pertanyaan, adakah yang salah dengan langkah pemerintah dalam mencabut akar kemiskinan yang akut itu?

Buku Korupsi yang Memiskinkan hadir menjawab pertanyaan itu. Buku ini merupakan rangkuman  persoalan korupsi dan kemiskinan yang ditulis wartawan Kompas dari diskusi  “Korupsi yang Memiskinkan” yang digelar di Jakarta pada 21-22 Februari 2011. Bahwa kemiskinan yang selama ini menjerat rakyat Indonesia adalah buah dari laku korup para pejabat negeri.  Mereka menyedot hampir 40 persen dari APBN untuk belanja rutin alias membiayai birokrasi. Padahal dana yang besar itu ternyata tak menunjukkan fungsi mereka. Justru malah menghambat upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi  dan kesejahteraan rakyat.

Yang terjadi adalah  anggaran untuk belanja sosial dan menyejahterakan rakyat hanya anggaran yang tersisa. Itupun belum tentu menyentuh rakyat miskin. Banyak anggaran yang dikorupsi atau bocor, untuk biaya seminar, perjalanan dinas, dan lain-lain. Sinyalemen almarhum Prof. Sumitro Djojohadikusumo yang dipertegas laporan Bank Dunia menyebutkan kebocoran mencapai 30 persen.

Namun begitu, Agnes Anistiarini dalam tulisannya “Kuncinya Mendengar Keinginan Rakyat” mengakui, belum ada kajian literatur yang menunjukkan adanya hubungan langsung antara kemiskinan dan korupsi. Tetapi kondisi di Indonesia menunjukkan bahwa korupsi sangat berpengaruh dalam upaya mengentaskan kemiskinan. Setidaknya alokasi anggaran tidak sepenuhnya sampai tujuan. Inilah yang menjadi penghambat laju penurunan angka kemiskinan (hal. 26).

Temuan Indonesia Corruption Watch (ICW) memperkuat hal itu. Pada periode Januari-Juni 2010 ICW menemukan 176  kasus korupsi dengan 411 orang tersangka. Korupsi tersebut merugikan negara hingga Rp2.102.910.349.050.  

Korupsi merongrong lima sektor yang menguasai hajat hidup jamak orang, yaitu sektor keuangan daerah, infrastruktur, sosial kemasyarakatan, pendidikan, dan pertanian. Ini menjadi bukti kuat betapa korupsi sangat menindas rakyat.

Korupsi Daerah
Sejak bergulirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah yang dimulai sejak 2001 lalu, banyak pejabat daerah dan anggota DPRD digiring ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Data kasus-kasus korupsi di daerah pada 2011 menunjukkan, lima kepala/mantan kepala daerah, dua pimpinan/mantan pimpinan DPRD, lima pejabat daerah, dua pimpinan BUMD, serta satu kerabat pejabat daerah terjerat kasus korupsi. Adapun bentuk korupsi yang dilakukan meliputi; APBD, bantuan sosial, proyek teknologi informatika, penyuapan, surat perintah perjalanan dinas fiktif, pengadaan barang, pengendalian banjir, dan dana subsidi perumahan.

Lebih mencengangkan ketika Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi menyebutkan ada 155 bupati atau wali kota masuk bui gara-gara korupsi. Juga 17 gubernur atau mantan gubernur yang menjadi tersangka tindak korupsi. Ia mengatakan, setiap minggunya ada seorang kepala daerah yang menjadi tersangka korupsi (hal. 74).

Diduga tindak korupsi yang dilakukan para kepala daerah tak lepas dari sistem pemilihan kepala daerah (pilkada). Dugaan itu cukup rasional, melihat biaya pencalonan yang sangat tinggi. Barangkali inilah yang memicu mereka melakukan korupsi untuk mengembalikan uang yang terkuras saat mencalonkan diri. Biaya pencalonan gubernur misalnya yang mencapai Rp 100 miliar. Padahal gaji seorang gubernur per bulannya maksimal Rp 100 juta.

Keuangan daerah yang dikorupsi membuat upaya penyejahteraan rakyat tidak tepat sasaran. Program-program pengentasan orang miskin menjadi asal-asalan. 

Demikianlah buku ini menyorot aktivitas korupsi para pejabat negara. Pejabat dari tingkat daerah sampai pusat banyak yang terjerat kasus korupsi. Mereka yang semestinya menjadi abdi negara, melayani rakyat,  justru menindas rakyat dengan laku korupnya. Alokasi anggaran yang semestinya untuk kesejahteraan rakyat itu masuk ke perut para koruptor. Inilah yang menyebabkan macetnya program-program pembangunan dan upaya pengentasan kemiskinan. Sehingga kemiskinan di negeri ini tak lekas surut, tetapi kian subur!

Abdul Arif, pengelola Surat Kabar Mahasiswa (SKM) Amanat IAIN Walisongo Semarang

Post a Comment for "Korupsi Menyuburkan Kemiskinan"