Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Semarang Cartoonist Club: Kelompok Kartunis Terbesar di Indonesia

(Suara Merdeka, 29 Oktober 2010)
* Oleh Rukardi


IBU Kota Indonesia adalah Jakarta, tapi tahukah Anda, Ibu Kota Kartun Indonesia? Jangan pernah mencari jawaban pertanyaan itu dari ensiklopedia, karena dijamin tak akan menemukannya. Tanyakan saja pada kartunis, pengamat, atau penggemar kartun di Indonesia, niscaya mereka sepakat menunjuk Kota Lumpia.


Ya, pada masanya Semarang pernah berjuluk Ibu Kota Kartun Indonesia. Julukan yang dicetuskan kali pertama oleh Arswendo Atmowiloto itu didasarkan pada realitas perkembangan kartun yang ada di sana. Pada 1980-an, kartunis Semarang tumbuh bak cendawan di musim penghujan. Mereka merajai lembar halaman kartun media massa di Indonesia. Saking dominannya, sampai-sampai ada anekdot: Di mana ada rubrik kartun, di situ ada karya anak-anak Semarang.


Kebanyakan kartunis Semarang berproses dalam kelompok. Ada kelompok yang disatukan oleh lokus domisili, seperti Kartunis Tandang (Kartan) dan Kartunis Banyumanik (Karnik). Ada juga kelompok berbasis gender, yakni Kartunis Wanita (Kawan).


Kelompok kartunis lain yang lebih besar adalah Semarang Cartoonist Club atau biasa disingkat Secac.
Dibanding yang lain, Secac lebih merepresentasikan kelompok kartunis Semarang. Selain secara kelembagaan lebih kokoh, jumlah anggotanya juga paling banyak, yakni mencapai 470 orang. Konon, dengan jumlah anggota sebanyak itu, Secac menjadi kelompok kartunis terbesar di Indonesia.


Dipicu Rasa Iri


Secac digagas oleh Yehana Setyo Raharjo dan budayawan Semarang, mendiang Amen Budiman. Kelahirannya dipicu rasa iri terhadap kelompok kartun kota lain yang terlebih dahulu muncul. Alkisah pada 1981, Direktur PT Jamu Djago, Jaya Suprana, menyelenggarakan Pameran Kartun Semarang. Acara yang digelar di Gedung Wisma Pancasila Simpanglima itu menghadirkan puluhan karya kartunis dari pelbagai kota di Jawa Tengah. Menarik, sejumlah kartunis menerakan identitas di bidang gambar mereka, seperti Kokkang (Kelompok Kartunis Kaliwungu) dan Brigade Kelompok Kecil (wadah kartunis Wonogiri yang dipandegani Mayor Harisutanto).


”Sebagai kartunis yang berdomisili di Ibu Kota Jawa Tengah, kami merasa kecolongan dengan keberadaan kelompok-kelompok itu. Kartunis di Jogja juga sudah membentuk Pak Yo, Paguyuban Kartunis Yogyakarta,” tutur Yehana yang kini mukim di Borobudur, Magelang.


Yehana lalu mendiskusikan hal itu bersama mendiang Amen Budiman. Kebetulan mereka berdua aktif di Yayasan Kembang Goyang. Hasilnya, pada 16 April 1982, Yehana dan Amen sepakat membentuk Secac. Sejumlah kartunis turut bergabung. Mereka antara lain Koesnan Hoesie, Gunawan Pranyoto (Goen), Liem Hok Swie (El-Haes), Ratno TT, dan Dyn Romero. Yehana didapuk sebagai ketua.


”Saya ingat betul, kelahiran Secac bertepatan dengan meletusnya Gunung Galunggung,” ujar Yehana.
”Pak Yo dan Kokkang boleh lebih dulu lahir, tapi Secac-lah yang lebih memengaruhi kemunculan kelompok kartun di banyak kota. Saat itu Pak Yo dan Kokkang masih malu-malu menunjukkan jati dirinya. Sedangkan kami lebih demonstratif dalam menerakan nama kelompok pada gambar-gambar kartun yang dikirim ke media massa.”


Setelah resmi berdiri, Secac berbenah. Pelbagai program dilaksanakan, salah satunya klinik menggambar kartun yang dipandu oleh Goen. Setiap Minggu, para anggota berkumpul di kediaman Yehana di Jalan Puspanjolo Tengah II/18, yang sekaligus dijadikan markas Secac.


Dari klinik itu lahir kartunis-kartunis berbakat yang kemudian merajai halaman kartun di pelbagai media di Indonesia. Beberapa di antaranya bahkan menjadi kartunis tetap, seperti A Loekis Haryadi (Seputar Semarang), Leak Koestiya (Jawa Pos), Hanung Kuncoro (Bola), Prie GS (Suara Merdeka), Ramli (Bintang Milenium), Erianto Sulistyawan (Tabloid Senior), dan Jitet Koestana (Kompas).

Post a Comment for "Semarang Cartoonist Club: Kelompok Kartunis Terbesar di Indonesia"